Showing posts with label travelling. Show all posts
Showing posts with label travelling. Show all posts

Wednesday, 30 September 2015

Mari, Lestarikan Gotong Royong sebagai trademark budaya Bojonegoro!


Perkembangan zaman yang semakin pesat, ditandai dengan kemajuan teknologi dan informasi yang memudahkan seseorang dalam melakukan aktivitasnya tanpa bantuan orang lain. Teknologi komunikasi yang semakin hari semakin canggih, dengan gadget dan alat elektronik sophisticated lainnya membuat manusia dapat berkomunikasi dengan berbagai cara. Saat ini komunikasi tanpa harus face to face (bertatap muka secara langsung) bukanlah hal mustahil untuk dilakukan. Media-media social networking seperti facebook, twitter, BBM, whatsapp dan lain sebagainya perlahan tapi pasti mulai mengubah gaya hidup manusia dalam berinteraksi.
Nyadran (Manganan) di desa Sumberarum, Bojonegoro
Bahkan kegiatan rapat atau musyawarah yang biasanya dilakukan dalam rangka menentukan pilihan atau kebijakan sekarang telah banyak tergantikan fungsinya dengan terbentuknya grup-grup lewat media sosial di facebook, BBM atau whatsapp. Salah satu hal yang paling terkena dampaknya saat ini adalah semangat gotong royong dalam masyarakat Indonesia.
Gotong royong adalah suatu kegiatan yang dilakukan bersama-sama secara sukarela untuk mendapatkan manfaat bersama. Sikap gotong royong lebih mengutamakan kepentingan bersama dibandingkan kepentingan individu. Di kota kecil Bojonegoro, kegiatan gotong royong adalah hal lumrah yang dilakukan oleh masyarakat setempat untuk meringankan beban pekerjaan bersama-sama. Kegiatan kerja bakti lingkungan desa, perbaikan jalan, pembuatan gapura, pembangunan tempat ibadah, serta kegiatan-kegiatan lainnya.
Gotong royong warga dalam acara Sedekah Bumi di desa Wajik, Bojonegoro

Namun, perkembangan zaman yang semakin maju, dengan teknologi yang semakin canggih, membuat masyarakat terutama pemuda-pemuda usia produktif, baik yang bermukim di kota maupun di desa sibuk dengan gadgetnya masing-masing. Hal ini membuat mereka mulai kehilangan rasa kepedulian sosial terhadap masyarakat dan lingkungannya. Mereka merasa cukup bahwa berinteraksi hanya menggunakan gadget. Sikap gotong royong yang dulunya menjadi ciri khas masyarakat di Bojonegoro, terutama para pemuda, sekarang mulai ditinggalkan. Mereka lebih senang mengerjakan pekerjaan mereka sendiri (do individually) dibandingkan bekerja bersama-sama (do together). Sikap individualistis ini berbanding lurus dengan hilangnya rasa kepedulian dan kebersamaan mereka dalam masyarakat. Padahal, jika kita cermati, tentu sebuah pekerjaan akan menjadi ringan jika dikerjakan bersama-sama. Ini persis dengan sebuah ungkapan, “sepotong lidi akan mudah patah dibandingan seratus potong lidi yang diikat”.
Saat sekarang ini sangat jarang kita melihat kegiatan-kegiatan yang dilakukan bersama-sama oleh suatu masyarakat dalam lingkungan. Event-event kegiatan hari besar nasional seperti HUT RI, Hari Pahlawan, ataupun hari-hari besar keagamaan yang biasanya dirayakan bersama-sama untuk mempersatukan masyarakat saat ini juga tidak terlalu banyak diminati. Bahkan adat masyarakat desa seperti mangangan, sedekah bumi, kirab desa, dan budaya lainnya sudah mulai ditinggalkan.
   Tokoh masyarakat yang biasanya aktif mengajak warganya untuk bergerak, sekarang ini merasa kesulitan membuat warganya bergotong royong. Bahkan sekedar berkumpul untuk bermusyawarah pun sangat sulit. Hanya segelintir masyarakat yang umumnya sadar akan manfaat gotong royong tergerak hatinya untuk ikut andil bagian. Padahal seandainya gotong royong ini kembali digalakkan, sikap kebersamaan untuk saling peduli, saling membantu, bertoleransi dan menghargai sesama warga masyarakat akan semakin terbina.
Gotong royong warga desa Ngadiluhur, Balen, dengan anggota koramil setempat
Sudah saatnya semangat gotong royong ini kembali digaungkan di tengah-tengah masyarakat, baik di desa maupun di kota. Bojonegoro merupakan daerah yang luas, dengan jumlah penduduk besar yang tersebar baik di perkotaan dan di pedesaan, semangat gotong royong akan menjadikan masyarakatnya semakin kokoh.
Oleh karena itu, melalui artikel ini, saya mengajak warga khususnya para pemuda Bojonegoro agar melestarikan semangat bergotong royong dalam lingkungan masyarakat. Jangan mudah tergerus dengan perkembangan zaman dan globalisasi. Salam Bojonegoro Matoh!

Rico Ady Sya’bana
Pemuda Bojonegoro
Guru Bahasa Inggris SMP Insan Cendekia Mandiri Sidoarjo

Saturday, 28 September 2013

Ronda-Ronda di Pulau Sermata: Jalan-jalan ke desa Mahaleta dan Elo


Elo, 17 Februari 2013
Kecamatan Mdona Hyera merupakan sebuah kecamatan yang baru saja dimekarkan di Kab. Maluku Barat Daya. Kecamatan ini terdiri dari beberapa desa yang rata-rata jumlah penduduknya antara 200-600an jiwa. Desa Lelang tempatku bertugas sekaligus sebagai ibukota Kecamatan Mdona Hyera, kemudian desa Mahaleta, Romdara, Elo, Rumkisar, Batugaja, Regoha, Pupliora, Rotnama di Pulau Sermata serta Luang Barat dan Luang Timur yang terpisah di pulau tersendiri di Pulau Luang. Hampir semua desa di kecamatan ini berada di sepanjang pantai. Hal ini dikarenakan kontur geografis pulau yang pada bagian tengahnya merupakan daerah perbukitan yang curam dan tidak rata sehingga sukar untuk dijadikan sebagai tempat pemukiman.
        Sabtu siang, 16 Februari 2013, aku bersama M. Eko Tirto, temanku SM-3T yang sama-sama mendapat tugas di desa Lelang berencana mengadakan ronda-ronda ke desa Mahaleta dan Elo. Ronda-ronda itu istilah yang biasa dipakai orang Maluku berarti jalan-jalan atau berpelesir. Mahaleta dan Elo adalah desa yang terletak di bagian utara Pulau Sermata. Kami ronda-ronda ke dua desa tersebut bukan hanya untuk berpergian tanpa alasan. Sebenarnya tujuan kami adalah untuk mengantarkan pelampung kiriman dari panitia SM-3T di Jawa untuk diserahkan kepada seluruh peserta SM-3T yang ada di Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD) khususnya di kecamatan Mdona Hyera ini. Ada 3 buah pelampung yang merupakan jatah untuk ketiga teman kami yang ada di desa Elo masih kami titipkan di Mahaleta yang kebetulan ada juga 2 teman kami yang disana. Sedangkan pelampung-pelampung yang lain sudah diterima oleh semua peserta yang ada di desa-desa lain.
         Dari desa Lelang, aku dan Eko yang juga merupakan koordinator SM-3T se-kecamatan Mdona Hyera berangkat naik sepeda motor ke desa Mahaleta pada siang hari. Jalan yang kami lalui adalah sebuah jalan yang baru saja dibangun akhir tahun lalu dan masih dalam kondisi sirtu. Walaupun masih baru tetapi kondisi tanah yang labil karena merupakan perbukitan menyebabkan jalan ini mengalami sedikit longsor di beberapa bagian. Jalan ini pun sangat licin karena guyuran hujan sehingga kami harus sangat berhati-hati melaluinya. Di tengah perjalanan, dari atas bukit terlihat pemandangan laut utara desa Mahaleta yang indah mempesona.
            Tidak sampai setengah jam, kami telah tiba di tempat tinggal kedua teman kami, Nanda Okkyanti dan M. Junaidi di desa Mahaleta. Selain mengambil pelampung, kami juga mengajak kedua teman kami tersebut ikut ke desa Elo. Karena waktu yang semakin sore, terlihat jam di hapeku telah menunjukkan pukul 4 sore WIT, akhirnya kami berempat, aku, Eko, Nanda dan Mas Jun berangkat berjalan kaki bersama-sama menuju ke desa Elo yang berjarak sekitar 9 km dari Mahaleta. Meski dalam guyuran hujan gerimis, kami tetap berangkat karena khawatir akan kemalaman di jalan.
Jalan yang kami lalui menuju ke desa Elo sungguh mengasyikan. Jalan yang kami lewati berupa jalan setapak. Di tengah perjalanan, kami bertemu dengan seorang laki-laki bersama istri dan anaknya sedang menaiki kuda mereka untuk menuju ke kebun. Terlihat bekas kaki kuda yang tercetak diatas jalan yang sedikit berlumpur itu. Setelah melewati jalan setapak yang berupa rumput-rumput yang tinggi dan kebun-kebun jagung disampingnya, kami mendapati jalan di tepi pantai berpasir putih yang sangat panjang.


Disela-sela pantai yang dinamakan pantai Pasir Panjang tersebut ada batu-batu karang terjal karena hempasan ombak. Suatu perjalanan yang belum pernah aku alami selama hidup, berjalan kaki diatas pasir pantai berkilo-kilometer sambil melihat pemandangan ombak putih di laut biru yang luas dan perbukitan nan hijau disisi yang lain pula. Bahkan tampak pula seekor burung pemakan ikan berleher panjang sedang berjalan santai diatas pasir putih yang belum pernah aku lihat secara langsung sebelumnya. Sekitar pukul 7 malam akhirnya sampai juga kami di desa Elo dan bertemu dengan teman-teman SM-3T yang bertugas disana. That’s an amazing adventure..........  



Wednesday, 25 September 2013

Liburan Akhir Tahun : Naik KM. Banda Naira dan mengunjungi Kota Saumlaki


Saumlaki, 19 Desember 2012


Seorang ayah dan anaknya sedang bersampan di waktu senja dengan latar belakang Kapal Banda Naira yang bersandar di pantai Lelang

                KM Banda Naira adalah salah satu kapal perintis yang melayani pelayaran untuk penumpang dengan rute dari Ambon, Kep. Maluku Barat Daya (MBD), Saumlaki dan Tual. Kapal yang sudah beroperasi sekitar 10 tahun ini merupakan alat transportasi yang banyak diminati warga MBD khususnya masyarakat Pulau Sermata. Pada hari Minggu, 16 Desember 2012, aku berkesempatan naik kapal ini untuk berlayar menuju ke kota Saumlaki. Bersama keempat teman, Dian, Leni, Adlin dan Nining sesama peserta SM-3T penempatan desa Lelang kami berangkat. Kebetulan sekolah tempat kami bertugas sedang liburan semester dan kami mendapat izin untuk berlibur sekaligus belanja kebutuhan di kota tersebut.


Bayangan bahwa kapal Banda Naira yang akan kami tumpangi ini ternyata tidak sesuai harapanku. Terlihat dari jauh kapal ini megah dan berwarna keemasan. Tetapi setelah mendekat, tampaknya kapal ini jauh dari standart kelayakan. Badan besi kapal terlihat sudah aus dan berkarat. Setelah naik ke dalam kapal dari atas speed yang mengantar, kami melihat kapal yang sudah penuh sesak oleh penumpang. Bahkan tidak hanya manusia yang menjadi penumpangnya, tetapi juga barang-barang  serta berbagai jenis hewan ternak semacam kambing, babi, ayam, anjing, burung dan sebagainya masuk dalam kapal tersebut. Kapal yang namanya diambil dari nama kota di kep. Banda ini semacam kereta api ekonomi KRD tujuan Surabaya-Bojonegoro yang sering aku naiki di Jawa. Jadi aku tidak terlalu kaget dan sudah terbiasa dengan kondisi transportasi seperti ini.



Seekor babi akan diturunkan dari atas kapal ke  perahu motor yang sudah menunggu di bawahnya

              Menempuh perjalanan kurang lebih 2 hari 1 malam, akhirnya sampai juga kami di kota Saumlaki setelah sebelumnya kapal singgah di beberapa pulau seperti pulau Babar, Dai, dan Daweloor. Sebelum masuk di pelabuhan, kami disuguhi pemandangan sebuah patung lambang kota yang dibangun diatas laut. Kota ini adalah ibukota kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB) dan terletak terletak di Pulau Yamdena. Sebelum menjadi kabupaten baru, wilayah MBD masih masuk ke dalam kabupaten MTB. Tetapi karena rentang kendali yang terlalu jauh, maka pada th. 2008 kab. MTB dimekarkan lagi sehingga lahirlah kab. MBD dengan ibukota di Tiakur. Saumlaki adalah kota pelabuhan yang cukup besar dan ramai. Fasilitas yang ada di kota ini juga sudah cukup lengkap. Di kota ini sudah ada Bank BRI dan BPD Maluku serta ATM dimana kami bisa mengambil gaji. Selain itu kami juga dapat belanja berbagai kebutuhan yang selama ini tidak terdapat di tempat kami bertugas karena disana juga ada pasar tradisional dan pusat pertokoan. Perasaan kami setelah sampai di kota ini sungguh senang tidak karuan karena sudah dua bulan lebih kami hidup di pulau terpencil yang jauh dari keramaian, dengan akses komunikasi yang terbatas karena tidak tersedianya tower signal. 3 hari kami tinggal dengan menginap di sebuah penginapan di dekat pelabuhan Saumlaki sudah cukup membuat hati kami merasa lega. Salah satu pengalaman yang tidak akan terlupakan.
                

Tuesday, 24 September 2013

Kalwedo Bapak Bupati!!! Tarian adat Seka, Sopi dan Sirih


Lelang, 29 November 2012
Pagi hari tanggal 29 November 2012, desa Lelang menjadi lebih sibuk dari biasanya. Maklum hari itu desa yang merupakan ibukota Kec. Mdona Hyera ini akan kedatangan tamu istimewa. Pejabat nomor satu di pemerintahan kabupaten Maluku Barat Daya, Bupati Barnabas Orno akan mengunjungi desa ini untuk menghadiri acara peletakkan batu pertama untuk pembangunan gereja setempat. Sejak pagi, seluruh warga masyarakat dan instansi setempat sudah bersiap menunggu rombongan bupati beserta jajarannya.

Pelatih seka sedang menabuh tifa besar ketika berlatih bersama siswa dan guru SM3-T sebagai persiapan sebelum acara penyambutan bupati untuk peletakkan batu pertama gereja desa Lelang
Kami (guru dan siswa SMP-SMA Mdona Hyera) sebagai bagian dari instansi pendidikan juga telah melakukan berbagai persiapan untuk acara penyambutan rombongan pejabat ini. Bahkan 1 bulan sebelum acara tersebut, panitia telah meminta kami pihak sekolah serta para guru SM-3T bersama siswa SMP dan SMA Mdona Hyera untuk memberikan kontribusi agar menampilkan suatu kreasi dalam acara penyambutan. Kami pun menyanggupinya untuk menmpilkan sebuah tarian adat setempat yang bernama tarian seka. Seka adalah tarian yang dilakukan oleh sekitar 25-an orang yang saling bergandeng tangan dengan membentuk lingkaran. Tarian ini diiringi oleh alat musik tifa yang dimainkan oleh 3 orang di tengah-tengah penari yang lain. Para penari seka menyanyikan lagu dari bahasa lokal setempat yang isinya berisi ucapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Pada saat nyanyian berlangsung, 2 orang penari khusus menari di tengah lingkaran tersebut. Tarian ini sangat khas karena menyajikan budaya setempat dengan semboyan Kalwedo yang artinya salam basudara atau salam persaudaraan.

Setelah menunggu dari jam 7 pagi, tamu istimewa yang ditunggu pun akhirnya datang sekitar pukul 4 sore. Usaha kami untuk menunggu pun tidak sia-sia karena acara penyambutan berlangsung sangat meriah. Beberapa saat ketika rombongan bupati turun dari speed, para siswa yang khusus ditugaskan untuk menyambut langsung memberi ucapan selamat datang (Kalwedo) dalam bahasa lokal setempat. Para pegawai seluruh instansi kecamatan dan desa, guru, siswa, serta warga masyarakat juga turut berjajar untuk menyambut bupati. Disamping itu, sebagai bagian dari penyambutan juga ditampilkan tarian adat cakalele, tarian musikal anak-anak gereja dan nyanyian ibu-ibu paduan suara gereja. 
Bupati beserta jajaran pejabat disambut dengan cara adat yakni meminum sopi dan makan daun sirih serta dikalungi syal dari kain tenun khas daerah setempat. Sopi adalah minuman hasil fermentasi buah koli (di Jawa biasa disebut buah siwalan) yang mempunyai kadar alkohol tinggi dan sangat memabukkan. Meski sopi sebenarnya minuman yang dilarang dan hanya boleh dipakai di acara adat, tetapi di daerah ini masih banyak warga yang mengkonsumsinya. Daun sirih dan tembakau biasanya dikonsumsi oleh ibu-ibu dan orang tua karena dipercaya untuk memperkuat gigi.
Tarian seka yang menjadi suguhan utama pada acara penyambutan itu ditampilkan pada malam harinya di bagian akhir dari acara peletakkan batu pertama gereja. Walaupun saat penampilan tersebut suasana terlalu gelap karena terbatasnya penerangan pada malam hari, tapi kolaborasi gabungan antara siswa dan guru mampu membuat pak bupati terkesima bahkan ikut bergabung ketika menari seka.

Tradisi tarian seka, sopi, daun sirih merupakan warisan budaya yang khas dari Maluku khususnya di Pulau Sermata dan MBD. Sungguh merupakan suatu kehormatan bagi kami para guru SM-3T beserta para siswa diberi kesempatan untuk menampilkan budaya lokal tersebut.

Saturday, 21 September 2013

Meninggalkan tanah kelahiran Menuju Maluku Tanah Air Beta


Galala, 18 Oktober 2012

                Pukul 7.10 WIB, hari Senin 15 Oktober 2012, pesawat Lion Air meluncur ke udara membawaku terbang meninggalkan tanah kelahiranku, Jawa. Sebuah awal baru perjalanan hidupku telah dimulai, mengejar mimpi-mimpiku yang telah lama terpendam untuk berpetualang ke suatu tempat yang belum pernah terbayang di benakku. Maluku, sejarah mencatat tempat ini adalah suatu kawasan yang paling dicari pada masa lampau karena hasil buminya yang kaya. Daerah penghasil rempah-rempah, nan kaya akan hasil tambang yang melimpah ruah. Provinsi yang terdiri atas puluhan bahkan ratusan pulau-pulau yang menyebar dari ujung Morotai di utara hingga ke Sermata di ujung terselatan lautan. Tidak mengherankan provinsi ini menjadi lumbung ikan nasional.
                Dalam waktu setengah jam, pulau jawa tanah kelahiranku sudah tidak terlihat lagi. Yang ada hanya gulungan awan putih berkilau diatas lautan biru. Selama perjalanan terlihat pulau-pulau berwarna hijau kecoklatan. Sebuah pulau terlihat memanjang dengan garis pantai berwarna hijau kebiruan. Sungguh luar biasa indahnya ciptaan-Mu ya Allah...
                Tidak terasa pada akhirnya sebuah sebuah daratan berbukit hijau mendekat. Inilah Ambon, ibukota Provinsi Maluku. Burung besi ini mendarat di atas landasan pacu bandar udara Pattimura yang basah karena gerimis. Jam tanganku pukul 9.40, tapi di bandara ada sebuah jam dinding besar telah menunjukkan pukul 11.40 (perbedaan waktu selisih 2 jam antara WIB dan WIT).
                Menunggu sekitar 1 jam di bandara, bus Damri akhirnya tiba untuk menjemput  rombonganku untuk menuju ke kapal yang telah berlabuh di pelabuhan Ambon. Sepanjang perjalanan, panorama indah yang terlihat. Di sisi kiri tampak bukit-bukit hijau dengan rumah-rumah diatasnya, di sebelah kanan lautan luas membiru dengan kapal-kapal yang berlayar diatasnya. Sekitar pukul 14. 30 WIT, sampai juga di pelabuhan yang bernama Galala.
Pelabuhan Galala Ambon yang terletak di teluk Ambon ini kecil, tapi mempesona. Kapal-kapal ferry berbagai ukuran tak henti-hentinya berlabuh dan menurunkan penumpang. Air laut di pelabuhan ini jernih, bersih dari kotoran serta limbah. Ikan-ikan kecil banyak terlihat di tepi dermaga.
 Kapal yang akan kami naiki untuk menuju ke kab. Maluku Barat Daya bernama KMP. Marsela. Nama Marsela diambil dari sebuah pulau di ujung tenggara kabupaten Maluku Barat Daya (MBD) yang berbatasan laut dengan benua Australia. Kapal ini mampu menampung sekitar 200 orang penumpang, tergolong kecil untuk ukuran ferry jarak jauh. Terdiri dari 1 ruang VIP, 1 ruang tatami, dan 2 ruangan ekonomi untuk penumpang. Selain itu terdapat ruangan lain seperti dapur, kamar mandi serta musholla. Kapal milik pelni ini sebenarnya memang awalnya diperuntukkan untuk penyeberangan antar pulau di MBD. Tetapi karena sulitnya mendapatkan solar untuk bahan bakar kapal tersebut di daerah MBD, maka rute pelayaran KMP. Marsela harus dari Ambon dahulu.
Semalam rombongan SM-3T kami mendapat kabar kurang menyenangkan, kapal ferry tujuan ke kepulauan Maluku Barat Daya ini baru akan berangkat di hari Jumat karena mengisi akan bahan bakar dan muatan. Itu artinya selama 5 hari kami harus tinggal di kapal. Terpaksa kami tertahan sebelum diberangkatan ke pulau tujuan. Mumpung ada kesempatan, momen yang ada aku gunakan untuk membeli beberapa kebutuhan yang mungkin tidak tersedia di tempat tugas. Bahkan sempat juga aku berkeliling kota Ambon sambil melihat keindahan pantai pasir putih Natsepa yang sangat indah. Inilah Maluku tanah air beta...

Saturday, 27 November 2010

Bojonegoro Tourism

FURNITURE & HANDICRAFT
Furniture & Handicraft Beside its food and tourism object, Bojonegoro also famous with its furniture and handicraft products. Bojonegro also known as one of teak wood producer in Java island, because Bojonegoro has big and wide teak forest. So, it is not surprise if this regency has many furniture and handicraft industry that made of teak wood.
Antique Furniture
One of furniture industry in Bojonegoro is Antique Furniture. This is the famous furniture industry in Bojonegoro that produces many kind of indoor and outdoor furniture. It made of high quality of Teak wood and made by professional craftsmen. It called antique furniture because it has unique and antique form with various design of furniture. You can try to visit Bojonegoro and get this original Teak wood furniture.
Handicraft
The other Bojonegoro products is handicraft. The center of this handicraft is located in Kasiman district, Bojonegoro. You can find many handicraft that made of teak wood, coconut tree, coconut shell, and the other material. Those handicraft products is made by professional craftsmen with various design and crafting, such as; wooden lamp, wall decoration, vas, miniature, etc. The visitors usually visit Bojonegoro and buy those handicrafts for souvenir.
Terracotta
Bojonegoro really rich of handicrafts. The unique one is terracotta handicraft that made from mud. The handicraft is formed in animals form and painted with unique design. Those terracotta products can be use as house decoration or as a gift for your friend or family. The unique form and design of this terracotta products has attract many visitors to buy it. So that, there are many buyers from many area of Indonesia are come to Bojonegoro just want to buy this product.


www.eastjava.com