July 21, 2008 · Print This Article
SMAdaBO-Gelar pahlawan memang tak pernah disandangnya. Karena keikhlasan lah yang menjadi alasan. ”Tak Ada Kata Putus Asa, Belajar, Berdoa Sepanjang Masa” adalah prinsip dari Guru tercatat selama 21 tahun menjadi guru Matematika inti di Kabupaten Bojonegoro.
Ditemui dikediamannya JL. Sersan Mulyono No.31, wanita yang akrab disapa “Bu Waji” ini menceritakan tentang keseharian dan pengalaman-pengalamannya. Mengabdi selama 33 tahun di SMAN 2 Bojonegoro. Tak salah lagi dialah sosok seorang pendidik yang sangat ulet dalam memperjuangkan hak-hak siswa dalam belajar dan selalu memberikan petuah-petuah pada waktu mengajar. Ibu dari lima putra ini sewaktu SMA sudah harus mengadu nasib mencari nafkah sendiri untuk memenuhi kebutuhan bapak, ibu, serta untuk biaya sekolah.
Tentunya Zigger pengen lebih detail megetahui begaimana perjalanan hidup Ibu yang dilahirkan di Kota Magetan ini. Inilah hasil wawancara Aulia Shabrina (ZZ) dengan Ibu Waji (WJ). okey kita mulai.
ZZ: Selama ini ibu sering dipanggil dengan sebutan ibu Waji, tapi siapa sebenarnya nama ibu?
WJ: Nama saya sebenarnya adalah Sri Kuspartinah, baru setelah diijinkan oleh Allah SWT untuk bisa lulus dari perguruan tinggi ditambah dengan Dra. Pada tahun 1997 menjadi Dra. Hj. Kuspartinah kemudian setelah kawin dengan Pak Waji saya dipanggil Bu Waji.
ZZ: Apa arti dari nama Ibu, mungkin orang tua ibu dulu sewaktu memberikan nama Sri Kuspartinah ada alasan dan sejarahnya.
WJ: Enggak ada, tapi orang tua saya mengharapkan kelak saya menjadi orang yang baik dan berguna. Dulu sewaktu ibu saya mau melahirkan pada malam hari, oleh ibu berusaha sekuat tenaga untuk ditahannya karena takut menimbulkan keributan sebab saat itu diberlakukan jam malam, apabila pada jam malam terjadi keributan maka akan ditindak tegas dan bisa-bisa dibunuh. Allhamdulilah, di kota Magetan pada tanggal 2 maret 1949 pada siang hari saya dilahirkan dengan selamat.
ZZ: By the way, jumlah saudara ibu berapa?
WJ: Keluarga kami adalah keluarga besar jumlah saudara saya lima orang, saya nomor lima, dan putri semuanya. Yang pertama jadi guru bahasa inggris, yang kedua ibu rumah tangga, saudara saya yang ketiga sama dengan yang pertama yaitu jadi guru bahasa inggris, yang keempat jadi asisten apotek, semuanya saat ini sudah purna tugas.
ZZ: Saudara ibu sudah…? Nah sekarang tinggal ibu sendiri, tentunya kami juga ingin tahu bagaimana riwayat ibu, mulai ibu mendapatkan pendidikan tingkat TK sampai saat ini?
WJ: Saya pertama kali mendapatkan pendidikan sekolah di TK tepatnya di Magetan, sewaktu TK saya sangat nakal, saya selalu nangis setiap ditinggal oleh nenek, saya maunya ditunggui terus-menerus oleh nenek saya sampai pulang sekolah. Saya tidak pernah main dengan banyak anak pokoknya saat itu saya sangat “kuper” sekali, saya senang menyendiri, sebab saya sangat takut bergaul dengan anak-anak, khususnya putra. Sewaktu TK saya punya kebiasaan seperti anak laki-laki, yaitu suka manjat pohon, itulah hobi aneh saya, selain memanjat pohon saya senang olahraga. Setelah saya lulus dari TK saya melanjutkan Sekolah Rakyat (SD) di Magetan tepatnya di SR Karang Anyar II. Sewaktu saya duduk dibangku SR (SD) Kami semua belum memakai sepatu seperti anak-anak saat ini, tapi masih memekai sandal jepit, sandal jepit saja bila mau main harus dilepas karena takut putus. Saya dan teman-teman menerima pelajaran agama baru setelah duduk di kelas 3, sebelum itu tidak pernah dapat pelajaran Agama, jika kepingin dapat pelajaran yang lebih harus ikut belajar ngaji di sore harinya.
ZZ: Sewaktu SR Hobby ibu apa?
WJ: Sewaktu saya masuk di SR hobby saya yang aneh sudah mulai saya tinggalkan, di SR saya mulai menyukai seni tari (buat yang suka nari bisa nyontek Bu Waji). Saya tidak tahu ya, entah kenapa saya bisa suka seni tari, Cuma kalau saya melihat orang menari saya sangat ingin sekali bisa. Itu dulu, kalau sekarang ya…. sudah nggak.
ZZ: Setalah lulus dari SR ibu melanjutkan kemana?
WJ: Setelah dari SR saya melanjutkan sekolah di SMP 1 Magetan. Setalah kelas 2 saya pindah ke SMP 3 Madiun. Mulai Di madiun saya meninggalkan seni tari, saya lebih suka atletik dan renang. Setelah saya lulus dari SMP saya melanjutkan ke SMA 1 Madiun. Pada saat inilah hobby saya tersalurkan. Saya bisa mengikuti kejuaraan/lomba lari estafet se Jawa Timur tahun 1967. dan Alhamdulillah saya bisa meraih juara 3.
Hebatkan guru matematika kita, dibalik penampilan yang Bu Waji yang saat ini, beliau dulu sorang atlet lari dan bahkan suka menari.
ZZ: Selain tergabung dalam kelompok lari estafet ibu ikut kegiatan apa?
WJ: Selain saya tergabung dalam kelompok estafet saya ikut pramuka, tapi dulu namanya pandu. Saat itu saya ikut pandu “Dirgantara” kalau sekarang mungkin “Saka Dirgantara”.
ZZ: Bagaimana dengan prestasi ibu sewaktu SMA…?
WJ: Sewaktu saya duduk di kelas 1 SMA saya pasti dapat rangking. Kalau tidak 2 ya 3 pokoknya masih masuk lima besar. Tapi sewaktu ibu duduk di kelas 2 SMA, Ibu mendapatkan cobaan dari Allah SWT, ibu saya sakit kanker dan terpaksa beliau harus dirawat di RSUP Surakarta tahun 1965. Kebetulan saat itu bapak sudah pensiun. Akibatnya, saya harus kerja keras membanting tulang untuk mencukupi kebutuhuan keluarga, membayar pengobatan ibu saya, untuk membayar uang sekolah.
ZZ: Pada waktu itu saudara ibu dimana?
WJ: Saudara ibu saat itu memang sudah bekerja tapi mereka jauh dari orang tua dan lagi mereka juga baru diangkat, jadi gaji mereka cukup untuk biaya hidup mereka sendiri. Pikiran saya saat itu yang penting saudara saya tidak menjadi beban orang tua. Selama satu tahun ibu saya dirawat di rumah sakit, bapak menunggu ibu, saya sambil sekolah harus bekerja mencari uang. Dan pada tahun 1966 Ibu Saya dipanggil oleh Allah keperistirahatan terakhirnya.
ZZ: Bu, saya ikut turut berduka cita, tapi saat itu apa yang Ibu yang dapat kerjakan?
WJ: Saat menggantikan orang tua saya berdagang. Saat itu saya jualan batik di Madiun, sehingga saya saat itu harus pulang bolak-balik dari Madiun ke Solo.
ZZ: Bagaimana perasaan ibu saat itu.
WJ: Ya gimana ya… tapi saya tidak pernah mengeluh keyakinan saya sudah bulat, semua saya serahkan pada Allah, sehingga saya menjalani dengan senang hati. Saya yakin dibalik ini semua tersimpan beribu-ribu hikmah. Disela-sela keadaan tersebut, terciptalah kebahagiaan tersendiri bagi saya sendiri, mengapa? Banyak teman Saya yang menganggap Saya sebagai bagian dari keluarga sendiri, sebaliknya temen-temen juga demikian, sehingga kalau ada catatan yang tak terselesaikan bisa pinjam. Tahun 1967 saya lulus dari SMA 1 Madiun. Setelah saya lulus saya bingung menentukan sekolah lagi untuk jadi guru atau menekuni usaha dagang saya.
ZZ: mengapa ibu bingung?
WJ: Begini, kalau saya jadi guru gajinya cuma Rp.2.750. digunakan untuk bayar kos Rp.2500 cuma tersisa Rp.250 itu saja digunakan untuk membeli keprluan sehari-hari. Jika saya gagal, saya sudah punya langganan, dan setiap bulan bisa menyisihkan uang yang bila dibelikan emas memperoleh 10 gram. Saya sempat pusing menentukan pilihan. Akhirnya saya memutuskan untuk masuk ke IKIP Malang cabang Madiun.
ZZ: Tadi, ibu bingung menentukan pilihan, mengapa kemudian ibu memilih untuk masuk ke IKIP?
WJ : Setelah saya berpikir panjang saya mendapat petunjuk dari Allah bahwa saya harus masuk ke IKIP untuk jadi guru. Apabila saya jadi guru, saya bisa sambil berdagang, tetapi apabila saya jadi pedagang saya tidak bisa sambil mengajar, sedangkan mengajar sendiri akan lebih banyak mendapatkan amal. Dengan kita memberikan ilmu yang bermanfaat amal akan mengalir terus walau kita sudah mati. Tetapi selama saya berdagang, belum tentu saya bisa mengamalkan hasil dagang seperti itu
ZZ: Ya bu? ibu sangat benar. Lantas setelah masuk IKIP Ibu mengambil fakultas apa?
WJ: Saya pertama kali masuk IKIP tepatnya tahun 1967. Saya ambil jurusan bahasa Indonesia. Entah kenapa saya ambil jurusan bahasa Indonesia, padahal jurusan saya waktu SMA A2 (IPA). Namun baru dapat satu bulan saya pindah jurusan bahasa Inggris
ZZ: Mengapa ibu pindah jurusan?
WJ: Dijurusan bahasa Indonesia tidak bisa mengikuti bahasa Arab karena saya tidak punya dasar yang kuat. Pada jurusan bahasa Inggris saya pindah lagi ke jurusan Matematika sesuai jurusan saya di SMA
ZZ:Mengapa ibu pindah lagi?
WJ:Saya pindah lagi, karena saya ketinggalan pelajaran yang sangat jauh. Saat itu masih pakai sistem gugur. Daripada kembali lagi lebih baik pindah jurusan. Kalau di Matematika, dasar saya sudah kuat, kemungkinan besar saya bisa mengejar ketinggalan materi.
ZZ: Mengapa Ibu sampai ketinggalan pelajaran?
WJ: Karena saat itu saya mencoba ikut tes Kowal. Tes Kowal dilaksanakan selama hampir satu bulan. Selama satu bulan itu, tidak bisa berhubungan dengan teman-teman di luar, sebab dimasukan dalam asrama. Akhirnya saya gagal. Setelah gagal saya melanjutkan kuliah saya sampai akhirnya saya lulus tahun 1971. Ijazah belum keluar saya sudah mengajar sebagai GTT (guru tidak tetap) di SMA 1 Tuban.
ZZ: Apa pengalaman Ibu sewaktu mengajar untuk yang pertama kalinya?
WJ: Untuk pengalaman, saya kira tidak ada, tapi saya masih ingat pertama kali saya mengajar disuruh mengajar lima mata pelajaran.
ZZ: Wah hebat benar Bu? Lima pelajaran itu apa saja Bu?
WJ: Yang pertama adalah trigonometri (dulu bab-bab pada metematika disendirikan, kalau sekarang jadi satu). Selain matematika saya juga mengajar ilmu bumi (goegrafi), alam falaq (ilmu tentang perbintangan), PKK, dan yang terakhir adalah mengajar kimia. Dalam waktu satu minggu cuma dapat kosong satu jam pelajaran. Saya empat tahun mengajar di SMA 1 Tuban. Setelah itu, saya dipindah tugaskan di SMPP yang sekarang SMAN 2 Bojonegoro pada tahun 1975. Di SMA 2 pada waktu itu, juga dapat jatah mengajar tiga mata pelajaran yaitu kimia, metematika, dan PKK. Saat itu belum ada guru kimia cuma ada Bu Sus, dan sekarang sudah purna.
ZZ: Sebenarnya cita-cita Ibu ingin jadi apa?
WJ: Saya sebenarnya punya keingginan sekolah di farmasi, makanya saya suka kimia.
ZZ: Mengapa ibu berkeingginan sekolah di farmasi? Apa latar belakang keingginan ibu itu?
WJ: Saya berkeingginan bersekolah di farmasi, sebab ibu saya pernah sakit kanker selama satu tahun. Jadi saya kepingin tahu obat apa yang bisa menyembuhkan penyakit kanker agar orang-orang tidak tertimpa kejadian seperti ibu saya. Waktu ibu saya sakit, saya sudah mencoba membaca buku yang ada kaitannya dengan kanker, membeli buku tentang penyakit kanker, sampai-sampai saya tahu segala seluk-beluk dari penyakit kanker. Itu semua saya lakukan karena saya sangat ingin sekali melihat ibu saya sembuh.
ZZ: Kami sangat salut dengan perjuangan ibu selama ini. Kami bangga memiliki ibu guru seperti Bu Waji. Paling tidak, kami bisa memetik pengalaman dari kejadian yang ibu alami.
WJ: Saat ini yang penting kalian belajar dengan sunguh-sunguh, jangan kecewakan orang tua. Kamulah yang akan menjadi harapan keluarga.
ZZ: Oh… ya, sampai lupa, Ibu menikah tahun berapa?
WJ: Saya nikah tahun 1972 dengan Pak Waji. Beliau adalah teman saya waktu kuliah dan waktu SMA.
ZZ: Wah, asyik kan, Bu?
WJ: Asyik apanya, kami sewaktu kuliah dan SMA cuma sebatas teman biasa. Kami tidak seperti anak-anak sekarang. Anak-anak sekarang kemana-mana runtang-runtung, ngalor-ngidul yang sebenarnya itu membuat kita menutup diri dari orang lain. Mengapa demikian? Seandainya ada orang lain yang melihat kamu di suatu tempat bersama orang lain, dan ternyata ada orang lain yang benar-benar suka sama kita, orang itu akan menganggap kalau kamu sudah milik orang lain, padahal antara kamu dengan orang yang menboncengkan tadi tidak ada apa-apa.
ZZ: Oh…iya…iya. Benar juga. Dari buah perwakinan Ibu dikarunia berapa anak?
WJ: Saya dikarunia 5 putra dalam kurun waktu 10 tahun. Anak saya yang pertama lahir pada tahun 1973.
ZZ: Apa kegiatan Ibu selain mengajar?
WJ: Selain mengajar di SMA 2, dulu pernah mengajar di PGRI, Muhammadiah, Katholik. Untuk kegiatan yang lain cukup banyak, diantaranya kegiatan Pengajian Ahad pagi di Masjid At-Taqwa, mengajar Iqro’ ibu-ibu kampung, dan kegiatan pengajian setiap bulan. Kegiatan saya diizinkan naik haji pada tahun 1997 dan alhamdulillah tahun kemarin saya juga bisa berangkat lagi bersama Bu Endrowati dan Pak Joko.
ZZ: Ibu termasuk dalam golongan orang yang gigih serta ulet dalam bekerja. Tentunya ibu punya prinsip dalam menjalani hidup ini?
WJ: Memang, manusia hidup harus punya pegangan. Untuk prinsip hidup saya adalah tidak ada kata putus asa, belajar, berdoa sepanjang masa. Maksudnya, dalam hidup ini jangan pernah mengenal kata putus asa. Allah itu tahu segalanya. Kita bisa berhasil dalam hidup karena belajar, baik belajar dari apapun. Setelah itu, harus kita dukung dengan ibadah yang rutin dengan berdoa tentang apa keinginan kita.
ZZ: Ini yang terakhir, apa pesan ibu terhadap siswa-siswi SMAdaBO supaya dalam menjalani hidup ini sesuai kodratnya sebagai mahluk ciptaan Allah SWT?
WJ: Belajarlah kalian dengan sungguh-sungguh dan jangan henti-hentinya kalian memohon dan berdoa. Bersahabatlah kalian sewajarnya, sebatas teman, jika kalian ingin cita-cita kamu berhasil. Anggaplah teman sekelasmu seperti keluarga sendiri, sehingga kamu betah tinggal di kelas. Yang terakhir, taatilah orang tua dan jauhilah hal yang bisa merusak masa depan kita.
ZZ: Ibu juga termasuk golongan Bapak\Ibu guru yang sudah berpengalaman dalam mengajar, dan kami dengar Ibu akan memasuki masa purna tugas. Untuk itu, apa pesan ibu terhadap teman-teman yang seprofesi dengan Ibu?
WJ: Pesan saya adalah tingkatkan keprofesionalisme kita dalam mengajar untuk menghadapi era globalisasi yang semakin cepat tanpa ada batasan ruang, waktu dan jarak.
Terima kasih Ibu Waji telah sudi berbincang-bincang dengan ZZ… Kami cuma bisa berdoa semoga Ibu dan keluarga senantiasa dalam lindungan Allah SWT .Kami salut terhadap perjuangan Ibu selama ini.Dalam keadaan yang kacau seperti saat tahun 1966 Ibu berani berjuang mengadu nasib. Kami akan selalu kenang ibu sebagai guru dalam kehidupan kami. We Miss U, Bu Waji (aul-zz)
No comments:
Post a Comment