Saumlaki, 19 Desember
2012
|
Bayangan bahwa kapal Banda Naira yang akan kami tumpangi ini ternyata
tidak sesuai harapanku. Terlihat dari jauh kapal ini megah dan berwarna
keemasan. Tetapi setelah mendekat, tampaknya kapal ini jauh dari standart
kelayakan. Badan besi kapal terlihat sudah aus dan berkarat. Setelah naik ke
dalam kapal dari atas speed yang mengantar, kami melihat kapal yang sudah penuh
sesak oleh penumpang. Bahkan tidak hanya manusia yang menjadi penumpangnya,
tetapi juga barang-barang serta berbagai
jenis hewan ternak semacam kambing, babi, ayam, anjing, burung dan sebagainya
masuk dalam kapal tersebut. Kapal yang namanya diambil dari nama kota di kep.
Banda ini semacam kereta api ekonomi KRD tujuan Surabaya-Bojonegoro yang sering
aku naiki di Jawa. Jadi aku tidak terlalu kaget dan sudah terbiasa dengan kondisi
transportasi seperti ini.
Seekor babi akan diturunkan dari atas kapal ke perahu motor yang sudah menunggu di bawahnya
Menempuh perjalanan kurang lebih 2 hari 1 malam, akhirnya sampai juga kami di kota Saumlaki setelah sebelumnya kapal singgah di beberapa pulau seperti pulau Babar, Dai, dan Daweloor. Sebelum masuk di pelabuhan, kami disuguhi pemandangan sebuah patung lambang kota yang dibangun diatas laut. Kota ini adalah ibukota kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB) dan terletak terletak di Pulau Yamdena. Sebelum menjadi kabupaten baru, wilayah MBD masih masuk ke dalam kabupaten MTB. Tetapi karena rentang kendali yang terlalu jauh, maka pada th. 2008 kab. MTB dimekarkan lagi sehingga lahirlah kab. MBD dengan ibukota di Tiakur. Saumlaki
adalah kota pelabuhan yang cukup besar dan ramai. Fasilitas yang ada di kota
ini juga sudah cukup lengkap. Di kota ini sudah ada Bank BRI dan BPD Maluku
serta ATM dimana kami bisa mengambil gaji. Selain itu kami juga dapat belanja
berbagai kebutuhan yang selama ini tidak terdapat di tempat kami bertugas
karena disana juga ada pasar tradisional dan pusat pertokoan. Perasaan kami
setelah sampai di kota ini sungguh senang tidak karuan karena sudah dua bulan
lebih kami hidup di pulau terpencil yang jauh dari keramaian, dengan akses
komunikasi yang terbatas karena tidak tersedianya tower signal. 3 hari kami tinggal
dengan menginap di sebuah penginapan di dekat pelabuhan Saumlaki sudah cukup
membuat hati kami merasa lega. Salah satu pengalaman yang tidak akan terlupakan.
No comments:
Post a Comment