Saturday, 21 September 2013

Meninggalkan tanah kelahiran Menuju Maluku Tanah Air Beta


Galala, 18 Oktober 2012

                Pukul 7.10 WIB, hari Senin 15 Oktober 2012, pesawat Lion Air meluncur ke udara membawaku terbang meninggalkan tanah kelahiranku, Jawa. Sebuah awal baru perjalanan hidupku telah dimulai, mengejar mimpi-mimpiku yang telah lama terpendam untuk berpetualang ke suatu tempat yang belum pernah terbayang di benakku. Maluku, sejarah mencatat tempat ini adalah suatu kawasan yang paling dicari pada masa lampau karena hasil buminya yang kaya. Daerah penghasil rempah-rempah, nan kaya akan hasil tambang yang melimpah ruah. Provinsi yang terdiri atas puluhan bahkan ratusan pulau-pulau yang menyebar dari ujung Morotai di utara hingga ke Sermata di ujung terselatan lautan. Tidak mengherankan provinsi ini menjadi lumbung ikan nasional.
                Dalam waktu setengah jam, pulau jawa tanah kelahiranku sudah tidak terlihat lagi. Yang ada hanya gulungan awan putih berkilau diatas lautan biru. Selama perjalanan terlihat pulau-pulau berwarna hijau kecoklatan. Sebuah pulau terlihat memanjang dengan garis pantai berwarna hijau kebiruan. Sungguh luar biasa indahnya ciptaan-Mu ya Allah...
                Tidak terasa pada akhirnya sebuah sebuah daratan berbukit hijau mendekat. Inilah Ambon, ibukota Provinsi Maluku. Burung besi ini mendarat di atas landasan pacu bandar udara Pattimura yang basah karena gerimis. Jam tanganku pukul 9.40, tapi di bandara ada sebuah jam dinding besar telah menunjukkan pukul 11.40 (perbedaan waktu selisih 2 jam antara WIB dan WIT).
                Menunggu sekitar 1 jam di bandara, bus Damri akhirnya tiba untuk menjemput  rombonganku untuk menuju ke kapal yang telah berlabuh di pelabuhan Ambon. Sepanjang perjalanan, panorama indah yang terlihat. Di sisi kiri tampak bukit-bukit hijau dengan rumah-rumah diatasnya, di sebelah kanan lautan luas membiru dengan kapal-kapal yang berlayar diatasnya. Sekitar pukul 14. 30 WIT, sampai juga di pelabuhan yang bernama Galala.
Pelabuhan Galala Ambon yang terletak di teluk Ambon ini kecil, tapi mempesona. Kapal-kapal ferry berbagai ukuran tak henti-hentinya berlabuh dan menurunkan penumpang. Air laut di pelabuhan ini jernih, bersih dari kotoran serta limbah. Ikan-ikan kecil banyak terlihat di tepi dermaga.
 Kapal yang akan kami naiki untuk menuju ke kab. Maluku Barat Daya bernama KMP. Marsela. Nama Marsela diambil dari sebuah pulau di ujung tenggara kabupaten Maluku Barat Daya (MBD) yang berbatasan laut dengan benua Australia. Kapal ini mampu menampung sekitar 200 orang penumpang, tergolong kecil untuk ukuran ferry jarak jauh. Terdiri dari 1 ruang VIP, 1 ruang tatami, dan 2 ruangan ekonomi untuk penumpang. Selain itu terdapat ruangan lain seperti dapur, kamar mandi serta musholla. Kapal milik pelni ini sebenarnya memang awalnya diperuntukkan untuk penyeberangan antar pulau di MBD. Tetapi karena sulitnya mendapatkan solar untuk bahan bakar kapal tersebut di daerah MBD, maka rute pelayaran KMP. Marsela harus dari Ambon dahulu.
Semalam rombongan SM-3T kami mendapat kabar kurang menyenangkan, kapal ferry tujuan ke kepulauan Maluku Barat Daya ini baru akan berangkat di hari Jumat karena mengisi akan bahan bakar dan muatan. Itu artinya selama 5 hari kami harus tinggal di kapal. Terpaksa kami tertahan sebelum diberangkatan ke pulau tujuan. Mumpung ada kesempatan, momen yang ada aku gunakan untuk membeli beberapa kebutuhan yang mungkin tidak tersedia di tempat tugas. Bahkan sempat juga aku berkeliling kota Ambon sambil melihat keindahan pantai pasir putih Natsepa yang sangat indah. Inilah Maluku tanah air beta...

No comments:

Post a Comment